Siti Bariyah, Ketua Aisyiyah yang Pertama

KOMPAS.com – Siti Bariyah adalah seorang tokoh perempuan Muhammadiyah, yang menjadi ketua Aisyiyah pertama.
Sebelum menjabat ketua Aisyiyah, Siti Bariyah dikenal sebagai salah satu santri KH Ahmad Dahlan yang paling menonjol prestasinya, dan menguasai beberapa bahasa. Berikut ini biografi singkat Siti Bariyah.
Lahir di Kampung Kauman
Melansir suaramuhammadiyah.id, Siti Bariyah lahir pada tahun 1906, di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ia merupakan putri Haji Hasyim Ismail dan adik dari Siti Munjiyah, aktivis Sapa Tresna, cikal bakal Aisyiyah.
Siti Bariyah terhitung sebagai satu dari sedikit perempuan Muhammadiyah yang menuntut ilmu di sekolah Belanda, Neutraal Meisjes School.
Meski pilihan itu ditentang oleh sebagian masyarakat, KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) sangat mendukungnya.
Pasalnya, pada masa itu, masih kental pandangan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan formal karena yang terpenting bisa menjalankan tugas domestik rumah tangga.
Di sekolah umum Belanda, Siti Bariyah tumbuh menjadi siswa yang cerdas serta mahir berbahasa Belanda dan Melayu.
Di samping itu, ia mengenyam pendidikan agama lewat Sopo Tresno.
Siti Bariyah juga kerap diajak oleh KH Ahmad Dahlan, untuk bertabligh di kantor-kantor pejabat pemerintahan dan sekolah umum.
Menjadi Ketua Aisyiyah Pertama Pada 1917, KH Ahmad Dahlan menggelar pertemuan di kediamannya, guna membentuk organisasi perempuan Muhammadiyah.
Sebelumnya, sudah ada Sapa Tresna (Siapa Sayang), yang dibentuk oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1914.
Perkumpulan tersebut lahir dari pemikiran KH Ahmad Dahlan, yang sejak awal mendorong perempuan untuk menempuh pendidikan, baik pendidikan formal umum maupun keagamaan.
Pertemuan pada 1917 dihadiri oleh enam gadis kader Ahmad Dahlan, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah, serta KH Fachrodin, KH Mochtar, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Pertemuan ini menyepakati berdirinya organisasi perempuan Muhammadiyah, yang diberi nama Aisyiyah.
Siti Bariyah, yang dikenal sebagai seorang intelektual dan aktif dalam Sapa Tresna, dipercaya menjadi ketua Aisyiyah yang pertama.
Sebagai lulusan sekolah Belanda, ia dipercaya mempunyai pemikiran modern yang bisa mengembangkan Aisyiyah.
Siti Bariyah menjadi ketua Aisyiyah periode 1917-1920, dan menjadi wakil ketua periode 1923-1926.
Mengutip suaraaisyiyah.id, Siti Bariyah pernah diberi otoritas untuk memberikan penafsiran terhadap rumusan tujuan Muhammadiyah, yang saat itu dimuat dalam bentuk artikel di majalah Suara Muhammadiyah, dengan judul “Tafsir Maksoed Moehammadijah” edisi no.9, tahun ke-4, September 1923.
Pada 1926, ia menjadi salah satu perintis Soeara Aisjijah dan pernah menjadbat redaktur di surat kabar ini.
Dalam Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1927, Siti Bariyah kembali terpilih sebagai ketua Aisyiyah.
Akhir hidup
Siti Bariyah meninggal pada tahun 1931, dalam usia sangat muda, yakni 25 tahun. Ia meninggal ketika melahirkan anak ketiganya yang bernama Fuad.
Sepeninggal Siti Bariyah, ketiga anaknya dari Muhammad Waim bin KH Ibrahim diasuh oleh Siti Mujiyah, kakak kandungnya.
Sumber berita : www.kompas.com