Syair Penakluk Lebah
![berita opini (3) berita opini (3)](https://www.kunciberita.com/wp-content/uploads/2024/10/berita-opini-3-1024x585.jpg)
Datuk Ismail Lamid (78) tidak ingat secara pasti, kapan ia terakhir kali memanjat pohon sialang. Meskipun musim bunga tiba, tetapi koloni lebah sudah menjauh dari desa. Mungkin telah bermigrasi ke pedalaman hutan yang masih tersisa di sekitar Desa Rambutan Masam, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batang Hari, Jambi.
Mencari madu di pucuk-pucuk pohon besar dan tinggi (sialang) telah menjadi mata pencaharian Datuk Ismail sejak usianya belum genap 10 tahun. Kakek buyutnya mewariskan syair Mujuk Sialang secara lisan, turun-temurun. Syair Mujuk Sialang ibarat mantra pembujuk pohon dan penakluk lebah agar tidak menyengat saat sarang madunya dipanen.
”Alat penyengat lebah terkunci karena syair-syair. Jadi dia tidak bisa menyengat lagi,” kata Datuk Ismail Lamid, di sela-sela orientasi peserta residensi Prosa Masuk Sekolah, serangkaian Batanghari Literary and Culture Festival (Balculfest) di Desa Rambutan Masam, Jambi, Sabtu (5/10/2024).
Bukan berarti Ismail bebas dari sengatan. Sesekali lebah madu juga merubung dan menyengatnya kala berada di ketinggian pohon. ”Cuma tidak sampai bengkak, sakitnya seperti digigit semut saja,” katanya.
Syair Mujuk Sialang telah didokumentasikan saat pembuatan Dokumentasi Pemajuan Kebudayaan Desa (DPKD) tahun 2023. Daya Desa Rambutan Masam Munawir Nursyahrobbi mengatakan, perihal ritual gelaran Mujuk Sialang juga telah didokumentasikan dalam bentuk video pada bulan November 2022.
Saat pertemuan di aula Balai Desa Rambutan Masam, Datuk Ismail sempat melantunkan syair seperti berikut ini:
Assalamualaikum…………. dahanJerambang yoooooo……………..Nak lalu….. la kabalai panjang….Apo di ambik…. la kebalai panjang..Ngambek lidah tegantungApo guno lidah tegantungMain anak yoo….. ei…..yo la si rajojuda….
Sesungguhnya, kata Ismail, yang dikenal sebagai pawang dalam proses panen madu di pohon-pohon besar seperti rengas dan kedondong, ia sendiri tidak terlalu paham makna syair itu. Modalnya, hanyalah keyakinan bahwa setiap pohon besar di tengah hutan memiliki ”penunggu”. Oleh sebab itu, sebelum memanjat pohon harus digelar ritual Mujuk Sialang, membujuk atau merayu ”penunggu” pohon agar diberikan jalan keselamatan saat proses pengambilan madu.
Pertama-tama, cerita Datuk Ismail, sebelum maghrib tiba, seluruh peralatan pemanjatan pohon dipersiapkan. Ada pasak dari bambu disebut lantak dan lias (batang kayu atau bambu pegangan), dan tali kelat (tali dari kulit kayu). Selain itu, dipersiapkan pula tunam (batang api dari pohon) dan temalang (penampung madu). Perangkat ritualnya, kata Datuk Ismail, terdapat tepung tawar (beras ditumbuk dan dilarutkan ke dalam air) dan daun tumbuhan untuk memercikkan air ke batang pohon dan kaki pemanjat.
”Semua proses ini harus dilakukan saat panen madu di pohon sialang. Dan, insya Allah, selalu mendapatkan madu yang banyak. Pernah sampai 11 galon dari puluhan sarang lebah di satu pohon sialang,” katanya.
Program DPKD, kata Munawir, mencoba mengartikan beberapa bait syair Mujuk Sialang, terutama pada bagian penurunan madu dari pohon. Kita simak sedikit isi syair itu:
Pak puk bunyi kuamangDari Kuantan la ke gino giriMacam mano la mengayun tunamDari la nyo kanan yoo eee…Ngida la ke kiri
(Pukul memukul pak-puk bunyi siamangDari Kuantan ke Gino GiriBagaimana mengayun tunamdari kanan hingga ke kiri)
Madu, kata Datuk M Nawawi, pemanjat pohon, sejak lama menjadi poros kehidupan sebagian warga. Di sela-sela berkebun, kelompok yang dipimpin Datuk Ismail ini bisa berburu madu sampai ke luar desa. Madu, tambah Munawir, menjadi hasil hutan bukan kayu yang menghidupi warga. Selain itu, keberadaan madu menjadi pertanda keseimbangan kondisi ekosistem hutan.
Ketika bebungaan mekar, termasuk bunga padi, koloni lebah madu berburu nektar (sari bunga) yang menghampar di lembah-lembah dan hamparan sawah Desa Rambutan Masam. Setelah dikunyah dan diberi enzim tertentu, lebah menyimpan nektar di tabung-tabung yang terdapat dalam sarang mereka.
Hebatnya, tradisi serupa terdapat pula di Desa Ulak Medang, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dan suku Olin Fobia di Desa Bonleu, Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Di kedua desa ini warga juga melakukan ritual dan membacakan syair sebelum memanen madu di pohon-pohon yang tinggi dan besar.
Di Desa Ulak Medang, tradisi panen madu disebut muar. Para pemburu madu mengucapkan syair seperti ini:
Begegar kaki, Betegar jarum penjait
Aaa anak musang meniti akar
Aaa begegar kaki menaik
Bujang lanye ajang lajar aduh belajarlah menaik
Adapun suku Olin Fobia biasanya berkemah di sekitar pohon besar di mana sarang lebah berada. Mereka biasanya mempersiapkan perjalanan menuju hutan antara 1-2 minggu, terutama menyangkut perbekalan dan kemah. Seluruh perselisihan di desa harus disingkirkan. Mereka harus benar-benar bersatu untuk mendapatkan madu terbaik di dalam hutan.
Menurut beberapa sumber, suku Olin Fobia mengucapkan syair-syair dalam bahasa Dawan sebagai ekspresi permohonan keselamatan selama pemananen madu. Dalam kepercayaan suku ini, lebah diperlakukan sebagai mitra dalam menjaga kelestarian hutan.
Penghormatan dan penghargaan kepada lebah dan madu juga dilakukan oleh suku Gurung di Pegunungan Annapurna, Nepal. Liputan reporter Abdullah Saeed yang disiarkan kanal VICE Indonesia menunjukkan betapa lebah madu bisa menggerakkan seluruh anggota suku untuk memuja Shambu (Siwa). Mereka biasa melantunkan doa-doa dan menggelar ritual sehari sebelum berangkat ke tebing-tebing di mana lebah membangun sarang.
Madu suku Gurung dikenal dengan nama madu gila. Madu jenis ini disarikan oleh lebah dari sari bunga azalea yang tumbuh subur di sekitar Desa Talo Chipla, Distrik Lamjung, Nepal. Madu gila mengandung grayanotoxin yang menyebabkan efek psikedelik. Penggunanya merasa teler dan melayang.
”Madu ini dipanen di tebing. Saat mencobanya, kita jadi teler dan gila,” kata Saeed seusai menyeruput dua tetes madu dari Nepal itu. Saeed turut serta bersama para anggota suku Gurung memanen madu di tebing dengan ketinggian lebih dari 200 meter.
Kepala Desa Talo Chipla Basbahadur Gurung kepada Saeed mengatakan bahwa nenek moyang mereka terpaksa berburu makanan dan madu untuk obat, sebab daerah mereka terletak di daerah yang sulit dijangkau.
”Bukan karena kamu suku Gurung kamu bisa berburu madu ke sana (bukit), hanya mereka yang kuat dan beranilah yang mampu,” kata Basbahadur Gurung.
Beberapa tradisi berburu madu itu mengajarkan kepada kita bahwa madu sudah menjadi makanan utama manusia sejak 8000 SM di Turki. Coretan di sebuah goa bernama Cuevas de la Arana, Spanyol, memberi informasi bahwa perburuan madu sebagai makanan manusia sudah dilakukan sejak 6000 SM. Bahkan, peternakan madu di Mesir diperkirakan telah dimulai sejak 2400 SM.
Datuk Ismail mengatakan, tubuhnya tetap merasa sehat dan kuat karena ia mengonsumsi madu hasil perburuan mereka. ”Sampai sekarang saya masih kuat untuk manjat pohon sialang,” katanya. Rata-rata anggota pemburu madu di Desa Rambutan Masam masih memiliki badan yang kekar, meski mereka telah berusia lanjut.
Datuk Samsul Bahri setidaknya juga telah berusia hampir 80 tahun. Ia biasanya turut bersama rombongan Datuk Ismail menyusuri desa dan hutan untuk mencari sarang lebah madu. ”Saya juga masih bisa manjat pohon sampai puluhan meter,” kata Datuk Samsul di Desa Rambutan Masam.
Basbahadur Gurung juga mengakui bahwa madu di Nepal mengandung banyak gizi, selain memiliki efek psikedelik. Terkadang kondisi psikedelik sangat dibutuhkan untuk pengobatan penyakit tertentu. ”Dan, madu di desa kami memilikinya,” katanya.
Madu pertama-tama digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan gula alami. Rasa manis alami yang terkandung dalam madu dapat memenuhi kebutuhan kalori manusia. Oleh sebab itu, sebelum gula ditemukan, madu adalah pemanis pertama-tama yang dikenal manusia.
Sebuah penelitian sebagaimana termuat dalam jurnal Scientific Reports menyebutkan bahwa analisis DNA menunjukkan lebah paling umum di dunia berasal dari Eropa Utara. Lebah madu mungkin pertama kali merevolusi di Eropa Utara sekitar 780.000 tahun yang lalu. Setelah itu, koloni lebah madu menyebar ke Afrika Timur dan Arab sekitar 120.000 tahun kemudian.
Penelitian ini semakin memberikan gambaran kepada kita bahwa lebah dan madu sudah dekat dengan kehidupan manusia jauh hari sebelum akhirnya madu identik dengan roti. Di banyak daerah di Nusantara, secara tradisional, madu diperlakukan sebagai zat antioksidan. Obat sakit perut pertama-tama dalam keluarga kami adalah madu dan kunyit.
Oleh sebab itu, apa yang sampai sekarang ditekuni oleh Datuk Ismail, Datuk M Nawawi, Datuk Samsul Bahri di desa terpencil seperti Rambutan Masam, sungguh besar artinya bagi kelangsungan hutan dan kesehatan manusia. Keberadaan lebah madu di dekat desa menjadi pertanda bahwa keseimbangan ekosistem alam di desa itu masih terjaga dengan baik. Namun, ketika penetrasi perkebunan seperti sawit dan penambangan batubara kian masif, keberadaan lebah akan semakin jauh. Dan, Datuk Ismail sudah mulai jarang bisa memanen madu.